Oleh:
Mirza Fathullah Arif
Nim. 26142115-2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Al-Qur’an adalah firman Allah yang
dibawa Jibril kepada Nabi Muhammad untuk menjadi petunjuk bagi seluruh manusia. Secara Istilah, al-Qur’an adalah firman Allah (kalam
Allah) yang menjadi mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad, ditulis dalam
mushaf, disampaikan secara mutawatir, dan menjadi ibadah dengan membacanya.[1]
Nabi Muhammad sebagai penerima dan
penyampai al-Qu’an adalah Nabi terakhir (Q 33:34) tidak ada lagi Nabi dan Rasul
setelahnya. Ini artinya tidak akan ada lagi kitab samawi lain yang
diturunkan. Al-Qur’an adalah kitab samawi terakhir yang diturunkan oleh
Allah sampai akhir zaman.
Al-Qur’an yang merupakan kumpulan
dari firman-firman Allah berperan sebagai pembeda antara hak dan yang bathil
(al-furqan (Q3:138 dan Q10:57), dan lain-lain. Kesemuanya ini menunjukkan bahwa
al-Qur’an mempunyai cakupan yang sangat luas, baik untuk kehidupan dunia maupun
akhirat.Tetapi keluasan cakupan masalah yang dibahas ini tidak didukung dengan
metode pembahasan yang sistematis. Suatu masalah yang dibahas di berbagai
tempat, bukan pada satu ayat atau surat. Meminjam istilah Quraish Syihab,
al-qur’an tidak menggunakan metode sebagai mana metode penyusunan karya-karya
ilmiah.Buku-buku ilmiah yang membahas suatu masalah pasti menggunakan metode tertentu,
dibagi dalam bab-bab dan pasal-pasal. Metode ini tidak terdapat dalam
al-Qur’an yang didalamnya terdapat permasalahan induk silih berganti
diterangkan. Sebagai contoh dapat dilihat dalam surat al-Baqarah /2:216-221
yang berisi tentang pengaturan hukum perang dalam asyhur-al-hurum, tetapi
secara berurutan dibahas juga hukuman minuman keras, perjudian, persoalan anak
yatim, dan perkawinan dengan orang-orang musyrik..[2]
bagai masalah yang dibicarakan dalam al-Qur’an diantaranya adalah sumpah Allah.
Orang boleh saja heran, mengapa Allah banyak bersumpah dalam
al-Qur’an.Keheranan tersebut muncul karena mereka tidak mengerti tentang idiom
dalam al-Qur’an serta perbedaan kesiapan individu dalam menerima kebenaran
firman Tuhan.
Kesiapan jiwa setiap individu dalam
menerima kebenaran dan tunduk terhadap cahaya itu berbeda-beda. Jiwa yang
jernih yang fitrahnya tidak ternoda kejahatan akan segera menyambut petunjuk
dan membukakan pintu hati bagi sinarnya serta berusaha mengikutinya sekalipun
petunjuk itu sampai kepadanya hanya sepintas kilas. Sedang jiwa yang tertutup
awan kejahilan dan diliputi gelapnya kebatilan tidak akan tergoncang hatinya
kecuali dengan pukulan peringatan dan bentuk kalimat yamg kuat lagi kokoh,
sehingga dengan demikian barulah tergoncang keingkarannya itu. Qasam (sumpah)
dalam pembicaraan, termasuk salah satu uslub pengukuhan kalimat yang diselingi
dengan bukti konkrit dan dapat menyeret lawan untuk mengakui apa yang
diingkarinya.
Makalah ini akan memberikan sedikit
gambaran tentang pengertian ilmu aqsamul Qur’an, macam-macam qasam, unsur-unsur
qasam dan ungkapan, serta faedah qasam dalam al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Aqsamul Qur’an dan
bentuk-bentuknya?
2. Muqsam Bih?
3. Muqsam
Alaih
3. Macam-macam Qasam/atau sumpah dalam
al-Qur’an?
4. Faedah apakah yang terdapat dalam aqsamul
Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aqsamul Qur’an dan Bentuk-bentuknya
Secara etimologi kata Aqsama
merupakan bentuk jamak dari Qasama yang artinya sumpah. Adapun kata yang
memiliki makna sama dengan kataqasama adalah yamin atau al-half.[3]
Tentang yamin, Ibrahim Anis dkk seperti yang dikutip oleh Hasan Mansur
Nasution mengatakan bahwa qasam sama dengan yamin yang
bermakna sumpah. Qasam dan yamin adalah dua kata sinonim yang berarti
sama. Qasam didefinisikan sebagai “mengikat hati jiwa (hati) agar tidak
melakukan atau melakukan sesuatu, dengan suatu makna yang dipandang besar,
agung, baik secara hakiki maupun secara I’tiqadi, oleh orang yang bersumpah
itu. Bersumpah dinamakan juga dengan yamin (tangan kanan) karena orang
arab ketika bersumpah memegang tangan kanan sahabatnya. Selain Qasam sama
dengan yamin, Qasam juga sama dengan half.[4]
Sedangkan secara terminologi ilmu Aqsamul
Qur’an adalah ilmu yang membicarakan tentang sumpah-sumpah yang terdapat
dalam al-Qur’an.Kemudian yang dimaksud sumpah sendiri adalah sesuatu yang
digunakan untuk menguatkan pembicaraan. Menurut al-Jurjani seperti yang dikutip
oleh Hasan Mansur Nasution sumpah adalah sesuatu yang dikemukakan untuk menguatkan
salah satu dari dua berita dengan menyebutkan nama Allah atau sifatnya.[5]
Adapun bentuk-bentuk Aqsamil Quran
adalah sebagai berikut:
a. Bentuk
pertama
Sebagaimana
sudah disebutkan, bahwa sighat (bentuk) yang asli dalam sumpah itu ialah bentuk
yang terdiri dari tiga unsur, yaitu fi’il sumpah ynag dimuta’addikan dengan “ba’”
muqsam bih dan muqsam alaih. Kemudian fi’il yang dijadikan sumpah itu bisa
lafal aqsamu, ahlifu atau asyhidu yang
semuanya berarti “ bersumpah”. Contohnya seperti dalam ayat 53 surat An Nur:
وَاَقْسَمُوْا
بالله جَهْدَ اَيْمَانِهِمْ (النور:35 )
Bahkan
terkadang huruf ba’ itupun diganti dengan wawu,
seperti surat Al lail ayat 1:
والّيْلِ اِذَا يَغْشى (اليل: 1)
Atau
diganti dengan huruf ta’, seperti dalam surat Al Anbiya’ ayat
57:
تَالله لاَ كَيْدَنَّ اَصْنَامَكُمْ (الانبياء:57)
b. Bentuk
kedua: ditambah huruf la
Kebiasaan
orang yang bersumpah itu memakai berbagai macam bentuk, yang berarti merupakan
sighat-sighat yang tidak asli lagi. Begitu pula di dalam Al Quran, banyak
terdapat juga sighat-sighat sumpah lain, disamping yang asli. Mislanya sighat
yang ditambah huruf “la” di depan fi’il qasamnya. Contohnya seperti dalam
surat Al Insyiqaq ayat 16:
فلاَ اُقْسمُ بِالشَّفَقَ (الانشقاق:16)
c. Bentuk
ketiga: ditambah kata Qul Bala (قل بلي)
Sighat
ini adalah untuk membantah atau menyanggah keterangan yang tidak benar.
Tambahan “Qul Bala” itu adalah untuk melengkapi ungkapan kalimat yang
sebelumnya, yang berisi keterangan yang tidak betul, yaitu kalimat:
كَفَرُوْا
لاَ ثَاءْثِيْنَ السَّاعَة الَّذِيْنَ وَقَالَ
Sehingga
Allah memerintahkan supaya dijawab dengan positif bahwa pasti datang hari
kiamat itu. Seperti dalam surat As Saba ayat 3:
قُلْ بَلي وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ
d. Bentuk
keempat: ditambah kata-kata Qul Iiy (قل اِيْ)
Kadang-kadangsumpah
dalam Al Quran itu ditambah dengan kata-kat “ Qul Iiy” yang berarti benar.
Seperti dalam surat Yunus ayat 53:
قُلْ اِيْ وَرَبِّي اِنَّهُ لَحَقْ(يونس:53)
B. Muqsam Bih
Muqsam bih adaah lafad yang
terletak sesudah adat qasam yang dijadikan sebagai sandaran dalam bersumpah
yang juga disebut sebagai syarat.[6]
Muqsam bih atau mahluf bih maksudnya adalah sesuatu yang dengannya
sumpah dilakukan.Misalnya Allah bersumpah dengan Allah sendiri atau dengan
sebagian makhluk-Nya.[7]
Allah dalam
al-Qur’an bersumpah dengan Zatnya sendiri Yang Maha Suci atau dengan
tanda-tanda kekuasaan-Nya Yang Maha Besar.[8]
Contoh Allah
bersumpah dengan dzatnya sendiri:
قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ
ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ وَذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Artinya: ”Katakanlah: “Memang, demi
Tuhanku benar-benar engkau akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” Q.S.
At-Taghabun:7
Allah bersumpah
dengan makhluk-Nya, karena makhluk itu menunjukkan pada Pencipta-Nya, yaitu
Allah di samping menunjukkan pula akan keutamaan dan kemanfaatan makluk
tersebut, agar dijadikan pelajaran bagi manusia.[9]
Contoh Allah bersumpah dengan
makhluk ciptaan-Nya:
وَضُحَاهَا وَالشَّمْسِ
Artinya: “Demi matahari dan cahanya
di pagi hari.” Q.S. As-Syams:1
C. Muqsam
‘Alaih
Muqsam ‘alaih
adalah bentuk jawaban dari syarat yang telah disebutkan sebelumnya (muqsam
bih). Posisi Muqsam ‘alaih terkadang bisa menjadi taukid, sebagai jawaban
qasam. Karena yang dikehendaki dengan qasam adalah untuk mentaukidimuqsam
‘alaih dan mentahkikannya.[10]
Jawab qasam itu
pada umumnya disebutkan.namun terkadang ada juga yang dihilangkan, sebagaimana
jawab “lau” (jika) sering dibuang, seperti firman Allah:
بَنَاهَ اوَمَا وَالسَّمَاءِ
Artinya: ”Janganlah
begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin”. Q.S. At-Takatsur:5
Penghilangan
seperti ini merupakan bentuk/uslub penghilangan yang paling baik, sebab
menunjukkan kebesaran dan keagungan-Nya. Dan takdir ayat ini adalah:
“Seandainya kamu mengetahui apa yang akan kamu hadapi secara yakin, tentulah
kamu akan melakukan kebaikan yang tidak terlukiskan banyaknya”.
Penghilangan jawab
qasam, misalnya:
وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ وَالْفَجْرِ
Artinya: “ Demi fajar, dan malam yang sepuluh dan yang genap
dan yang ganjil.” Q.S.Al-Fajr:1-3
Jawab qasam terkadang dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh perkataan
yang disebutkan sesudahnya seperti:
اللَّوَّامَةِ بِالنَّفْسِ أُقْسِمُ وَلَا الْقِيَامَةِ بِيَوْمِ أُقْسِمُ لَا
Artinya: “Tidak aku bersumpah dengan hari kiamat dan tidak aku bersumpah dengan jiwa yang
banyak mencela”. Q.S. Al-Qiyamah:1-2
Jawab qasam disini sudah dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh firman
sesudahnya yaitu:
عِظَامَهُ نَجْمَعَ أَلَّنْ الْإِنْسَانُ أَيَحْسَبُ
Artinya:“Apakah manusia mengira
bahwa Kami tidak akan menggumpulkan kembali tulang belulangnya?” Q.S. Al-Qiyamah:3
Takdirnya adalah :
Sungguh kamu akan dibangkitkan dan dihisab.
Untuk fi’il madli
yang muttasharif yang tidak didahului ma’mul, maka jawab qasamnya sering kali
menggunakan “lam” atau “qad”
Contoh:
الْمَفَرُّ أَيْنَ يَوْمَئِذٍ الْإِنْسَانُ يَقُولُ
Artinya: “Dan sessungguhnya
merugilah orang-orang yang mengotorinya”. Q.S. Asy-Syams: 10
D. Macam-Macam Qasam
Qasam itu
adakalanya zahir (jelas,tegas) dan adakalanya mudmar (tidak
jelas, tersirat).[11]
1. Zahir
adalah sumpah yang didalamnya disebutkan fi’il qasam dan muqsam bih.
Dan diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya, sebagaimana pada umumnya,
karena dicukupkan dengan huruf jar, berupa “ba”, “wawu”, dan “ta”. Di beberapa
tempat, fi’il qasam terkadang didahului (dimasuki) “la” nafy, seperti:
اللَّوَّامَةِ بِالنَّفْسِ أُقْسِمُ وَلَا الْقِيَامَةِ بِيَوْمِ أُقْسِمُ لَا
Artinya:“Tidak, Aku bersumpah dengan
hari kiamat. Dan tidak, Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya
sendiri)”. Q.S.Al-Qiyamah:1-2
Dikatakan “la” di
dua tempat ini adalah “la” nafi yang berarti tidak , untuk menafikan sesuatu
yang tidak disebutkan yang sesuai dengan konteks sumpah. Dan takdir (perkiraan
arti) nya adalah: “Tidak benar apa yang kamu sangka,bahwa hisab dan siksa itu
tidak ada”. Kemudian baru dilanjutkan dengan kalimat berikutnya: “Aku bersumpah
dengan hari kiamat dan dengan nafsu lawwamah, bahwa kamu kelak akan
dibangkitkan”. Dikatakan pula bahwa “la” tersebut untuk menafikan qasam,
seakan-akan Ia mengatakan: “Aku tidak bersumpah kepadamu dengan hari itu dan
nafsu itu. Tetapi aku bertanya kepadanya tanpa sumpah, apakah kamu mengira
bahwa Kami tidak akan mengunpulkan tulang belulangmu setelah hancur berantakan
karena kematian? Sungguh masalahnya teramat jelas, sehingga tidak lagi
memerlukan sumpah”, tetapi dikatakan pula, “la” tersebut zaidah
(tambahan).Pernyataan jawab qasam dalam ayat di atas tidak disebutkan tetapi
telah ditunjukkan oleh perkataan yang sesudahnya. Takdirnya adalah: “Sungguh
kamu akan dibangkitkan dan akan dihisab.
2. Mudmar adalah sumpah yang
didalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam bih, tetapi ia
ditunjukkan oleh lam taukid yang masuk kedalam jawab qasam, seperti firman
Allah:
لَتُبْلَوُنَّ فِي اَمْوَلِكَمْ وَ
اَنْفُسِكُمْ (ال عمران:186 )
Artinya: “ Kamu
sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Q.S. Ali Imran:186
E. Faedah Qasam Dalam al-Qur’an.
Bahasa arab
mempunyai keistimewaan tersendiri berupa kelembutan ungkapan dan beraneka ragam
uslubnya sesuai dengan berbagai tujuannya. Lawan bicara (mukhatab) mempunyai
beberapa keadaan yang dalam ilmu ma’ani disebut adrubul khabaras-salasah
atau tiga macam pola penggunaan kalkimat berita, ibtida’i, thalabi, dan
ingkari.
Mukhatab terkadang
seorang yang berhati kosong (khaliyuz zhanni) sama saekali tidak
mempunyai persepsi akan pernyataan (hukum) yang diterangkan kepadanya, maka
perkataan yang disampaikan kepadanya tidak perlu memakai penguat (ta’kid).
Penggunaan perkataan demikian dinamakan ibtida’i.
Terkadang pula ia
ragu-ragu terhadap kebenaran pernyataan yang disampaikan kepadanya. Maka
perkataan untuk orang semacam ini sebaiknya diperkuat dengan suatu penguat guna
menghilangkan keraguannya.Perkataan yang demikian dinamakan thalabi.
Dan terkadang ia
inkar atau menolak isi pernyataan. Maka pembicaraan untuknya harus disertai
penguat sesuai dengan kadar keingkarannya, kuat atau lemah. Pernyataan demikian
dinamakan inkari.
Qasam merupakan
salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat
kebenaran sesuatu di dalam jiwa.al-Qur’an diturunkan untuk seluruh manusia dan
manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Di antaranya ada yang
meragukan, ada yang mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu
dipakailah qasam dalam kalamullah guna menghilangkan keraguan, melenyapkan
kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khabar, dan menetapkan hukum
dengan cara yang paling sempurna.[12]
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah
dibahas, kita dapat menyimpulkan Aqsamul Qur’an adalah salah satu kajian dalam
Ulumul Qur’an yang membahas tentang pengertian, unsur-unsur, bentuk-bentuk,
tujuan, serta manfaat (faedah) sumpah-sumpah Allah, dalam menegaskan suatu
pernyataan tertentu, yang terdapat di dalam Al-Qur’an, dimana sumpah-sumpah
dalam Al-Qur’an itu menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai Muqsam bih.
Aqsamul Qur’an mempunyai
tujuan untuk memberikan penegasan atas suatu informasi yang disampaikan dalam
Al-Qur’an atau untuk memperkuat informasi kepada orang lain yang mungkin sdang
mengingkari suatu kebenarannya, sehingga informasi itu dapat diterimanya dengan
penuh keyakinan
DAFTAR PUSTAKA
‘Amir Abdul Aziz, Dirasat
fi Ulumil Qur’an, Beirut: Dar al-Furqan, 1983.
M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an
Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat Bandung:Mizan,1992.
Manna’ Khalil Qathan, Studi
Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS, Bogor: Pustaka Lentera Antar Nusa, 2010.
Hasan Mansur Nasution, Rahasia Sumpah Allah, Bandung: Mizan, 1992.
Ahmad Syadzali, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2000.
0 komentar:
Posting Komentar