Selasa, 03 Februari 2015




Oleh:
Mirza Fathullah Arif
Nim. 26142115-2




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah firman Allah yang dibawa Jibril kepada Nabi Muhammad untuk menjadi petunjuk bagi seluruh manusia. Secara Istilah, al-Qur’an adalah firman Allah (kalam Allah) yang menjadi mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad, ditulis dalam mushaf, disampaikan secara mutawatir, dan menjadi ibadah dengan membacanya.[1]
Nabi Muhammad sebagai penerima dan penyampai al-Qu’an adalah Nabi terakhir (Q 33:34) tidak ada lagi Nabi dan Rasul setelahnya. Ini artinya tidak akan ada lagi kitab samawi lain yang diturunkan. Al-Qur’an adalah kitab samawi terakhir yang diturunkan oleh Allah sampai akhir zaman.
Al-Qur’an yang merupakan kumpulan dari firman-firman Allah berperan sebagai pembeda antara hak dan yang bathil (al-furqan (Q3:138 dan Q10:57), dan lain-lain. Kesemuanya ini menunjukkan bahwa al-Qur’an mempunyai cakupan yang sangat luas, baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat.Tetapi keluasan cakupan masalah yang dibahas ini tidak didukung dengan metode pembahasan yang sistematis. Suatu masalah yang dibahas di berbagai tempat, bukan pada satu ayat atau surat. Meminjam istilah Quraish Syihab, al-qur’an tidak menggunakan metode sebagai mana metode penyusunan karya-karya ilmiah.Buku-buku ilmiah yang membahas suatu masalah pasti menggunakan metode tertentu, dibagi dalam bab-bab dan pasal-pasal. Metode ini tidak terdapat dalam al-Qur’an  yang didalamnya terdapat permasalahan induk silih berganti diterangkan. Sebagai contoh dapat dilihat dalam surat al-Baqarah /2:216-221 yang berisi tentang pengaturan hukum perang dalam asyhur-al-hurum, tetapi secara berurutan dibahas juga hukuman minuman keras, perjudian, persoalan anak yatim, dan perkawinan dengan orang-orang musyrik..[2] bagai masalah yang dibicarakan dalam al-Qur’an diantaranya adalah sumpah Allah. Orang boleh saja heran, mengapa Allah banyak bersumpah dalam al-Qur’an.Keheranan tersebut muncul karena mereka tidak mengerti tentang idiom dalam al-Qur’an serta perbedaan kesiapan individu dalam menerima kebenaran firman Tuhan.
Kesiapan jiwa setiap individu dalam menerima kebenaran dan tunduk terhadap cahaya itu berbeda-beda. Jiwa yang jernih yang fitrahnya tidak ternoda kejahatan akan segera menyambut petunjuk dan membukakan pintu hati bagi sinarnya serta berusaha mengikutinya sekalipun petunjuk itu sampai kepadanya hanya sepintas kilas. Sedang jiwa yang tertutup awan kejahilan dan diliputi gelapnya kebatilan tidak akan tergoncang hatinya kecuali dengan pukulan peringatan dan bentuk kalimat yamg kuat lagi kokoh, sehingga dengan demikian barulah tergoncang keingkarannya itu. Qasam (sumpah) dalam pembicaraan, termasuk salah satu uslub pengukuhan kalimat yang diselingi dengan bukti konkrit dan dapat menyeret lawan untuk mengakui apa yang diingkarinya.
Makalah ini akan memberikan sedikit gambaran tentang pengertian ilmu aqsamul Qur’an, macam-macam qasam, unsur-unsur qasam dan ungkapan, serta faedah qasam dalam al-Qur’an.
B.   Rumusan Masalah
1.         Pengertian Aqsamul Qur’an dan bentuk-bentuknya?
2.         Muqsam Bih?
3.    Muqsam Alaih
3.         Macam-macam Qasam/atau sumpah dalam al-Qur’an?
4.         Faedah apakah yang terdapat dalam aqsamul Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Aqsamul Qur’an dan Bentuk-bentuknya
Secara etimologi kata Aqsama merupakan bentuk jamak dari Qasama yang artinya sumpah. Adapun kata yang memiliki makna sama dengan  kataqasama adalah yamin atau al-half.[3] Tentang yamin, Ibrahim Anis dkk seperti yang dikutip oleh Hasan Mansur Nasution  mengatakan bahwa qasam sama dengan yamin yang bermakna sumpah. Qasam dan yamin adalah dua kata sinonim yang berarti sama. Qasam didefinisikan sebagai “mengikat hati jiwa (hati) agar tidak melakukan atau melakukan sesuatu, dengan suatu makna yang dipandang besar, agung, baik secara hakiki maupun secara I’tiqadi, oleh orang yang bersumpah itu. Bersumpah dinamakan juga dengan yamin (tangan kanan) karena orang arab ketika bersumpah memegang tangan kanan sahabatnya. Selain Qasam sama dengan yamin, Qasam juga sama dengan half.[4]
Sedangkan secara terminologi ilmu Aqsamul Qur’an adalah ilmu yang membicarakan tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam al-Qur’an.Kemudian yang dimaksud sumpah sendiri adalah sesuatu yang digunakan untuk menguatkan pembicaraan. Menurut al-Jurjani seperti yang dikutip oleh Hasan Mansur Nasution sumpah adalah sesuatu yang dikemukakan untuk menguatkan salah satu dari dua berita dengan menyebutkan nama Allah atau sifatnya.[5]
            Adapun bentuk-bentuk Aqsamil Quran adalah sebagai berikut:
a.   Bentuk  pertama
Sebagaimana sudah disebutkan, bahwa sighat (bentuk) yang asli dalam sumpah itu ialah bentuk yang terdiri dari tiga unsur, yaitu fi’il sumpah ynag dimuta’addikan dengan “ba’” muqsam bih dan muqsam alaih. Kemudian fi’il yang dijadikan sumpah itu bisa lafal aqsamu, ahlifu atau asyhidu yang semuanya berarti “ bersumpah”. Contohnya seperti dalam ayat 53 surat An Nur:
وَاَقْسَمُوْا بالله جَهْدَ اَيْمَانِهِمْ (النور:35 )
Bahkan terkadang huruf ba’ itupun diganti dengan wawu, seperti surat Al lail ayat 1:
والّيْلِ اِذَا يَغْشى (اليل: 1)
Atau diganti dengan huruf ta’, seperti dalam surat Al Anbiya’ ayat 57:
تَالله لاَ كَيْدَنَّ اَصْنَامَكُمْ (الانبياء:57)
b.  Bentuk kedua: ditambah huruf la
Kebiasaan orang yang bersumpah itu memakai berbagai macam bentuk, yang berarti merupakan sighat-sighat yang tidak asli lagi. Begitu pula di dalam Al Quran, banyak terdapat juga sighat-sighat sumpah lain, disamping yang asli. Mislanya sighat yang ditambah huruf  “la” di depan fi’il qasamnya. Contohnya seperti dalam surat Al Insyiqaq ayat 16:
فلاَ اُقْسمُ بِالشَّفَقَ (الانشقاق:16)
c.   Bentuk ketiga: ditambah kata Qul Bala (قل بلي)
Sighat ini adalah untuk membantah atau menyanggah keterangan yang tidak benar. Tambahan “Qul Bala” itu adalah untuk melengkapi ungkapan kalimat yang sebelumnya, yang berisi keterangan yang tidak betul, yaitu kalimat:
 كَفَرُوْا لاَ ثَاءْثِيْنَ السَّاعَة الَّذِيْنَ وَقَالَ
Sehingga Allah memerintahkan supaya dijawab dengan positif bahwa pasti datang hari kiamat itu. Seperti dalam surat As Saba ayat 3:
قُلْ بَلي وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ
d.   Bentuk keempat: ditambah kata-kata Qul Iiy (قل اِيْ)
Kadang-kadangsumpah dalam Al Quran itu ditambah dengan kata-kat “ Qul Iiy” yang berarti benar. Seperti dalam surat Yunus ayat 53:
قُلْ اِيْ وَرَبِّي اِنَّهُ لَحَقْ(يونس:53)
B.  Muqsam Bih
Muqsam bih adaah lafad yang terletak sesudah adat qasam yang dijadikan sebagai sandaran dalam bersumpah yang juga disebut sebagai syarat.[6] Muqsam bih atau mahluf bih maksudnya adalah sesuatu yang dengannya sumpah dilakukan.Misalnya Allah bersumpah dengan Allah sendiri atau dengan sebagian makhluk-Nya.[7]
Allah dalam al-Qur’an bersumpah dengan Zatnya sendiri Yang Maha Suci atau dengan tanda-tanda kekuasaan-Nya Yang Maha Besar.[8]
Contoh Allah bersumpah dengan dzatnya sendiri:
قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ وَذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Artinya: ”Katakanlah: “Memang, demi Tuhanku benar-benar engkau akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” Q.S. At-Taghabun:7
Allah bersumpah dengan makhluk-Nya, karena makhluk itu menunjukkan pada Pencipta-Nya, yaitu Allah di samping menunjukkan pula akan keutamaan dan kemanfaatan makluk tersebut, agar dijadikan pelajaran bagi manusia.[9]
Contoh Allah bersumpah dengan makhluk ciptaan-Nya:
وَضُحَاهَا وَالشَّمْسِ
Artinya: “Demi matahari dan cahanya di pagi hari.” Q.S. As-Syams:1
C. Muqsam ‘Alaih
Muqsam ‘alaih adalah bentuk jawaban dari syarat yang telah disebutkan sebelumnya (muqsam bih). Posisi Muqsam ‘alaih terkadang bisa menjadi taukid, sebagai jawaban qasam. Karena yang dikehendaki dengan qasam adalah untuk mentaukidimuqsam ‘alaih dan mentahkikannya.[10]
Jawab qasam itu pada umumnya disebutkan.namun terkadang ada juga yang dihilangkan, sebagaimana jawab “lau” (jika) sering dibuang, seperti firman Allah:
بَنَاهَ اوَمَا وَالسَّمَاءِ

Artinya: ”Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin”. Q.S. At-Takatsur:5
Penghilangan seperti ini merupakan bentuk/uslub penghilangan yang paling baik, sebab menunjukkan kebesaran dan keagungan-Nya. Dan takdir ayat ini adalah: “Seandainya kamu mengetahui apa yang akan kamu hadapi secara yakin, tentulah kamu akan melakukan kebaikan yang tidak terlukiskan banyaknya”.
Penghilangan jawab qasam, misalnya:
 وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ وَالْفَجْرِ 
Artinya: “ Demi fajar, dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil.” Q.S.Al-Fajr:1-3
Jawab qasam terkadang dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh perkataan yang disebutkan sesudahnya seperti:
اللَّوَّامَةِ بِالنَّفْسِ  أُقْسِمُ وَلَا الْقِيَامَةِ بِيَوْمِ أُقْسِمُ لَا
Artinya: “Tidak aku bersumpah dengan hari kiamat dan tidak aku bersumpah dengan jiwa yang banyak mencela”. Q.S. Al-Qiyamah:1-2
Jawab qasam disini sudah dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh firman sesudahnya yaitu:
 عِظَامَهُ نَجْمَعَ أَلَّنْ الْإِنْسَانُ أَيَحْسَبُ
Artinya:“Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan menggumpulkan kembali tulang belulangnya?” Q.S. Al-Qiyamah:3
Takdirnya adalah : Sungguh kamu akan dibangkitkan dan dihisab.
Untuk fi’il madli yang muttasharif yang tidak didahului ma’mul, maka jawab qasamnya sering kali menggunakan “lam” atau “qad”
Contoh:
الْمَفَرُّ  أَيْنَ يَوْمَئِذٍ الْإِنْسَانُ يَقُولُ
Artinya: “Dan sessungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya”. Q.S. Asy-Syams: 10
D.        Macam-Macam Qasam
Qasam itu adakalanya zahir (jelas,tegas) dan adakalanya mudmar (tidak jelas, tersirat).[11]
1.   Zahir adalah sumpah yang didalamnya disebutkan fi’il qasam dan muqsam bih. Dan diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya, sebagaimana pada umumnya, karena dicukupkan dengan huruf jar, berupa “ba”, “wawu”, dan “ta”. Di beberapa tempat, fi’il qasam terkadang didahului (dimasuki) “la” nafy, seperti:
 اللَّوَّامَةِ بِالنَّفْسِ  أُقْسِمُ وَلَا الْقِيَامَةِ بِيَوْمِ أُقْسِمُ لَا
Artinya:“Tidak, Aku bersumpah dengan hari kiamat. Dan tidak, Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)”. Q.S.Al-Qiyamah:1-2
Dikatakan “la” di dua tempat ini adalah “la” nafi yang berarti tidak , untuk menafikan sesuatu yang tidak disebutkan yang sesuai dengan konteks sumpah. Dan takdir (perkiraan arti) nya adalah: “Tidak benar apa yang kamu sangka,bahwa hisab dan siksa itu tidak ada”. Kemudian baru dilanjutkan dengan kalimat berikutnya: “Aku bersumpah dengan hari kiamat dan dengan nafsu lawwamah, bahwa kamu kelak akan dibangkitkan”. Dikatakan pula bahwa “la” tersebut untuk menafikan qasam, seakan-akan Ia mengatakan: “Aku tidak bersumpah kepadamu dengan hari itu dan nafsu itu. Tetapi aku bertanya kepadanya tanpa sumpah, apakah kamu mengira bahwa Kami tidak akan mengunpulkan tulang belulangmu setelah hancur berantakan karena kematian? Sungguh masalahnya teramat jelas, sehingga tidak lagi memerlukan sumpah”, tetapi dikatakan pula, “la” tersebut zaidah (tambahan).Pernyataan jawab qasam dalam ayat di atas tidak disebutkan tetapi telah ditunjukkan oleh perkataan yang sesudahnya. Takdirnya adalah: “Sungguh kamu akan dibangkitkan dan akan dihisab.
2.   Mudmar adalah sumpah yang didalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh lam taukid yang masuk kedalam jawab qasam, seperti firman Allah:
لَتُبْلَوُنَّ فِي اَمْوَلِكَمْ وَ اَنْفُسِكُمْ (ال عمران:186 )
Artinya: “  Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Q.S. Ali Imran:186
E.  Faedah Qasam Dalam al-Qur’an.
Bahasa arab mempunyai keistimewaan tersendiri berupa kelembutan ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan berbagai tujuannya. Lawan bicara (mukhatab) mempunyai beberapa keadaan yang dalam ilmu ma’ani disebut adrubul khabaras-salasah atau tiga macam pola penggunaan kalkimat berita, ibtida’i, thalabi, dan ingkari. 
Mukhatab terkadang seorang yang berhati kosong (khaliyuz zhanni) sama saekali tidak mempunyai persepsi akan pernyataan (hukum) yang diterangkan kepadanya, maka perkataan yang disampaikan kepadanya tidak perlu memakai penguat (ta’kid). Penggunaan perkataan demikian dinamakan ibtida’i.
Terkadang pula ia ragu-ragu terhadap kebenaran pernyataan yang disampaikan kepadanya. Maka perkataan untuk orang semacam ini sebaiknya diperkuat dengan suatu penguat guna menghilangkan keraguannya.Perkataan yang demikian dinamakan thalabi.
Dan terkadang ia inkar atau menolak isi pernyataan. Maka pembicaraan untuknya harus disertai penguat sesuai dengan kadar keingkarannya, kuat atau lemah. Pernyataan demikian dinamakan inkari.
Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa.al-Qur’an diturunkan untuk seluruh manusia dan manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Di antaranya ada yang meragukan, ada yang mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu dipakailah qasam dalam kalamullah guna menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khabar, dan menetapkan hukum dengan cara yang paling sempurna.[12]









BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari uraian yang telah dibahas, kita dapat menyimpulkan Aqsamul Qur’an adalah salah satu kajian dalam Ulumul Qur’an yang membahas tentang pengertian, unsur-unsur, bentuk-bentuk, tujuan, serta manfaat (faedah) sumpah-sumpah Allah, dalam menegaskan suatu pernyataan tertentu, yang terdapat di dalam Al-Qur’an, dimana sumpah-sumpah dalam Al-Qur’an itu menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai Muqsam bih.
Aqsamul Qur’an mempunyai tujuan untuk memberikan penegasan atas suatu informasi yang disampaikan dalam Al-Qur’an atau untuk memperkuat informasi kepada orang lain yang mungkin sdang mengingkari suatu kebenarannya, sehingga informasi itu dapat diterimanya dengan penuh keyakinan

  
  

DAFTAR PUSTAKA
‘Amir Abdul Aziz, Dirasat fi Ulumil Qur’an, Beirut: Dar al-Furqan, 1983.
M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat Bandung:Mizan,1992.
Manna’ Khalil Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS, Bogor: Pustaka Lentera Antar Nusa, 2010.
Hasan Mansur Nasution, Rahasia Sumpah Allah, Bandung: Mizan, 1992.
Ahmad Syadzali, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2000.








[1] ‘Amir Abdul Aziz, Dirasat fi Ulumil Qur’an, (Beirut: Dar al-Furqan, 1983), hal. 10
[2] M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung:Mizan,1992), hal. 34
[3] Manna’ Khalil Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Lentera Antar Nusa, 2010), 413
[4] Hasan Mansur Nasution, Rahasia Sumpah Allah (Bandung: Mizan, 1992), hal. 7
                [5] Hasan Mansur Nasution, Rahasia, hal. 8
[6] Ahmad Syadzali, Ulumul Qur’an ( Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal.46
[7] Hasan Mansur, Rahasia Sumpah Allah, (Bandung: Mizan, 1992), hal. 7
[8] Ahmad Syadzali, Ulumul…, hal. 45
[9] Ahmad Syadzali, Ulumul…, hal. 48
[10] Manna’ Khalil Qathan, Studi Ilmu-Ilmu…, hal. 418
[11] Manna’ Khalil Qathan, Studi Ilmu-Ilmu, hal 415
[12] Manna’ Khalil Qathan, Studi Ilmu-Ilmu, hal 414

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!