Disusun Oleh Ikhsan
I’JAZ AL-QUR’AN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an
sebagai kitab suci umat Islam, eksistensinya telah menarik minat segenap umat
manusia. Kemampuan ajarannya dalam melakukan
reformasi total dengan merubah jalan hidup umat manusia dalam segenap
aspek kehidupannya dalam tempo singkat merupakan sebuah kenyataan yang sulit
ditandingi ajaran-ajaran/agama lain. Kitab ini diturunkan Allah SWT kepada umat
manusia melalui Rasul-Nya Muhammad SAW sebagai pedoman dalam menempuh
kehidupan. Merupakan kitab terakhir dari Tuhan semesta alam dan melalui
Rasul-Nya yang terakhir, yang tidak akan ada lagi kitab dan rasul setelahnya
sampai datangnya hari kiamat, sehingga isi ajarannya mencakup segenap aspek
kehidupan dan berlaku sepanjang masa. Ajaran pamungkas inilah yang akan membawa
umat manusia pada kehidupan yang lebih baik di bawah ridlo Allah SWT. Dengan
demikian al-Qur’an merupakan wujud ajaran yang universal dan abadi sepanjang
masa[1].
Fenomena tersebut menjadikan al-Qur’an
sebagai bahan kajian yang sangat menarik minat umat manusia umumnya, disamping
umat Islam sendiri sebagai upaya untuk memahami ajaran yang terkandung di dalam
al-Qur’an itu sendiri. Dikatakan, bahwa sepanjang sejarah belum pernah ada
kitab suci selain al-Qur’an, yang dikaji sedemikian mendalam dan terperinci
dalam segenap aspek perwujudannya, bukan saja oleh umatnya sendiri tapi juga
umat lain. Kajian itu mulai dari bahasanya, hurufnya, sejarah turunnya, upaya
kodifikasinya, isinya, logika ajarannya, dan sebagainya, bahkan langgam irama
bacaannya. Sudah menjadi kenyataan bahwa al-Qur’an adalah mu’jizat terakhir
yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya .
Dalam makalah
ini penulis berusaha mengupas al-Qur’an sebagai sebuah fenomena mu’jizat, dalam
hal ini yang ditekankan adalah pembahasan tentang mu’jizat al-Qur’an atau
I’jazul qur’an. Sebagai sebuah makalah yang berfungsi sebagai pengantar diskusi
lebih lanjut, makalah ini teramat singkat, namun diupayakan memiliki kedalaman
bahasan, sehingga mampu memberikan pemahaman tentang ‘Ijaz Al Qur’an, InsyaAllah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan I’jaz dan
Mu’jizat ?
2. Apa saja syarat-syarat mu’jizat ?
3. Apa tujuan dan peranan mu’jizat ?
4. Pembagian mu’jizat ?
5. Apa saja unsur-unsur mu’jizat ?
6. Bagaimana sisi-sisi kemu’jizatan Al –
Qur’an ?
7. Apa itu mu’jizat bi Al-Sharfah ?
8. Apa saja faktor-faktor yang
menyebabkan kegagalan dan ketidakmampuan bangsa arab dalam menandingi al-quran ?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Mendefinisikan I’jaz dan Mu’jizat.
2. Menjelaskan dan menyebutkan syarat-syarat
mu’jizat.
3. Menjelaskan tujuan dan peranan mu’jizat.
4. Menyebutkan dan menjelaskan pembagian mu’jizat.
5. Menyebutkan dan menjelaskan saja unsur-unsur
mu’jizat.
6. Menjelaskan sisi-sisi kemu’jizatan Al –
Qur’an.
7. menjelaskan mu’jizat bi Al-Sharfah.
8. Menyebutkan dan menjelaskan faktor-faktor
yang menyebabkan kegagalan dan ketidakmampuan bangsa arab dalam menandingi al-quran.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian I’jaz dan Mu’jizat
1.
I’jaz
Dari segi bahasa (etimologi), i’jaz berasal
dari kata a’jaza yu’jizu i’jazan yang
artinya melemahkan, memperlemah, atau menetapkan kelemahan. Sedangkan menurut
istilah i’jaz didefinisikan oleh Manna Khalil al-Qaththan dan
Ali al-Shabuny, Manna Khalil al-Qaththan mendefiniskan i’jaz sebagai
“menampakan kebenaran Nabi saw dalam pengakuan orang lain, sebagai seorang
rasul utusan Allah swt. dengan menampakkan kelemahan orang-orang Arab untuk
menandinginya atau menghadapi mu’jizat yang abadi, yaitu al-Quran dan
kelemahan-kelemahan generasi-generasi sesudah mereka.” Sementara Ali al-Shabuny
mengartikan i’jaz sebagai “menetapkan kelemahan manusia baik
secara kelompok atau bersama-sama untuk menandingi hal yang serupa dengannya…”
Jadi i’jaz ini upaya untuk menegaskan kebenaran seorang nabi
dan pada saat yang sama ia juga menegaskan kelemahan manusia yang meragukan dan
mengingkari kenabian. Wajar dalam konsep i’jaz ini kalau konsepsi kenabian
diklaim sebagai kebenaran yang tidak bisa dibantah, apalagi dikalahkan.
2.
Mu’jizat
Secara bahasa mu’jizat terambil dari bahasa Arab
A’jaza (ﺯﺠﻋﺃ) yang berarti me-lemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelaku
(yang melemahkan) disebut mu’jiz (ﺯﺠﻌﻣ) dan bila kemampuan melemahkan pihak
lain sangat menonjol sehingga mampu membuat lawan tidak berkutik maka dinamai
mu’jizat ( ﺓﺯﺠﻌﻣ). Adanya ta marbuthah
( ﺓ ) pada kata tersebut mengandung makna mubalaghah (superlatif)[2].
Mu’jizat merupakan dalil-dalil dari Allah SWT kepada
hamba-hambanya yang bertujuan membenarkan risalah para Rasul-Nya[3]. Dari beberapa pendapat para ahli studi al-Qur’an,
maka bisa diambil kesimpulan secara
istilah bahwa mu’jizat ialah sesuatu yang luar biasa ajaib atau
menakjubkan yang diberikan oleh Allah SWT kepada para Rasul-Nya sebagai bukti
kerasulan mereka yang ditantangkan kepada mereka yang meragukan kebenaran
kerasulan para Rasul untuk mendatangkan yang serupa, namun mereka tidak mampu
melayani tantangan itu. Jadi mu’jizat merupakan sestau yang mu’jiz atau yang
melemahkan dikarenakan keluarbiasaannya yang tidak bisa ditandingi.
B. Syarat-syarat
Mu’jizat
Syarat-syarat mu’jizat
menurut penjelasan para ulama ada lima, bila kelima-limanya tidak terpenuhi
maka tidak dapat dikatakan sebagai mu’jizat.
1.
Mu’jizat harus berupa sesuatu yang tidak bisa disanggupi
oleh makhluk apapun. Seandainya datang seorang pada suatu masa dimana
kedatangan rasul-rasul masih mungkin, lalu ia mengaku membawa risalah yang
menjadikan mu’jizatnya berupa ”biza berdiri dan duduk”, makan dan minum, dan
bisa bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Maka apa yang diakuinya ini
bukan berupa mu’jizat dan tidak menunjukkan kebenarannya, karena semua makhluk
bisa berbuat seperti itu. Tetapi hendaknya mu’jizat itu harus terdiri dari
suatu yang yang dimana manusia atau makhluk apapun tidak bisa mengerjakannya, seperti
membelah lautan, membelah bulan, menghidupkan orang yang sudah mati dan
seterusnya.
2.
Tidak sesuai dengan kebiasaan dan berlawanan dengna hukum
alam. Yaitu bertentangan dnegan adat. Kalau ada ada seorang yang mengaku nabi
berkata: mu’jizatku adalah matahari terbity dari timur dan terbenam di barat,
dan siang akan muncul setelah malam, amaka yang ia akui itu bukan mu’jizat,
karena hal-hal seperti ini meskipun tidak ada yang bisa kecuali Allah SWT, itu
tidak dikerjakan oleh dirinya sendiri dan memang sudah ada sebelumnya, di
samping tidak ada bukti yang menunjukkan kebenarannya.
3.
Mu’jizat harus berupa hal yang dijadikan saksi oleh
seornag yang mengaku mambawa risalah Ilahi sebagai bukti atas kebenaran dari
pengakuannya. Yaitu dinyatakan oleh seseorang yang mengaku sebagai nabi dan mu’jizat
itu terjadi ketika dituntutnya sebagai bukti kebenaran pengakuannya. Apabila
seseorang mengaku bahwa mu’jizatnya itu adalah benda padat bisa berubah menjadi
binatang atau manusia kemudian tidak berubah, maka tidak menunjukkan atas
kebenaran kelakuannya
4. Terjadi bertepatan
dengan pengakuan Nabi yang mengajak bertanding menggunakan mu’jizat tersebut.
Yaitu adanya mu’jizat timbul sesuai dengan pengakuan tidak sebaliknya ata
bertentangan, karena kalau mu’jizat tidak sesuai dengan pengakuannya berarti
mendustakan orang yang mengakuinya. Diceritakan bahwa Musailamah al-Kadzab
(semoga dilaknat Allah) diminta kawan-kawannya untuk meludahi sumur agar airnya
menjadi banyak, tetapi sumur itu malah menjadi kering. Maka hal ini menunjukkan
atas kedustaannya.
5. Tidak akan ada
seorangpun yang dapat membuktikan dan menandingi dalam pertandingan tersebut. Mu’jizat
itu tidak bisa ditentang/ditandingi. Apabila mu’jizat itu bisa ditandingi, maka
batallah kedudukannya sebagai mukjzat dan tidak menunjukkan atas kebenaran
orang yang memilikinya. Paabila ada seorang yang bisa membelah lautan atau
bulan, maka hal itu bukanlah lagi menjadi sebuah mu’jizat. Oleh karena itu
Allah berfirman:
فليأتوا بحديث مثله إن كانوا صدقين
Maka
hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Quran jika mereka
orang-orang yang benar. (QS. Ath-Thur: 34)
Kelima syarat tersebut di atas bila terpenuhi semuanya, maka suatu hal yang
timbul dari kebiasaan tersebut adalah mu’jizat yang menyatakan atas kenabian
orang yang mengemukakannya dan menyatakan bahwa mu’jizat akan muncul dari
tangannya. Sebaliknya, bila kelia persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka
tidaklah disebut mu’jizat dan bukan pula sebagai dalil dari kebenaran seseorang
yang mengakunya.
Selain itu ada juga ulama yang memberikan syarat-syarat lain yang
berhubungan dengan kebenaran dari suatu peristiwa yang dikatakan sebagai mu’jizat.
Yaitu antara lain:
1. Sesuatu yang di
luar dari kebiasaan manusia mengenai sunnah alam dan kenyataan yang terjadi
2. Disertai oleh penghadangan
atau tantangan dari orang yang mendustakan atau ragu-ragu terhadapnya.
3. Suatu urusan yang
tidak punya penghadangan, lalu ada kesempatan bagi seseorang untuk menentangnya
dan dia lakukan saingannyam maka ia tidak dinamakan mu’jizat[4].
C. Tujuan dan Peranan Mu’jizat
a.
Tujuan
I’jaz
adalah melemahkan. Dalam hal ini al-Qur’an melemahkan umat manusia untuk bisa
menandinginya. Ada beberapa tujuan I’jaz al-Qur’an, yaitu:
1. Membuktikan
akan kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW,
2. Membuktikan
bahwa al-Qur’an itu benar-benar wahyu Allah SWT, bukan buatan Jibril atau
tulisan Nabi Muhammad SAW,
3. Menunjukkan
akan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasa manusia (bahasa arab) yang pada
saat itu dalam puncak kejayaannya,
4. Menunjukkan
bahwa daya dan rekayasa manusia tidak sebanding dengan kesombongan dan
keangkuhannya[5].
Tujuan
ini selaras dengan tujuan-tujuan diberikannya mu’jizat kepada para Rasul
sebelumnya. Dengan dihadapkan pada suatu fenomena yang berada diluar jangkauan
kemampuan manusia, maka diharapkan terbukanya pintu hati manusia akan kebenaran
risalah yang dibawa seorang Rasul.
b.
Peranan
-
Al-qur’an
kitab yang universal
Al-qur’an
tidak menghususkan pembicaraannya kepada bangsa tertentu seperti bangsa arab
atau kelompok tertentu, seperti kaum muslimin. Akan tetapi, ia berbicara kepeda
seluruh manusia, baik umat islam maupun non islam, termasuk orang-orang kafir,
musyrik, yahudi, nasrani, maupun bani israil. Al-qur’an menyatu kepada semua
penghuni alam tanpa membedakan setatus dan golongan
-
Al-qur’an
kitab yang sempurna
Tujuan
al-qur’an akan dapat di capai dengan pandangan realistik terhadap alam dan
dengan melaksanakan pokok-pokok akhlak serta hukum-hukum perbuatan.
-
Al-qur’an
kitab yang abadi
Al-qur’an adalah kitab yang abadi
sepanjang masa. Suatu perkataan yang sepenuhnya benar dan sempurna maka
tidak mungkin ia terbatas oleh zaman
-
Al-qur’an
mengandung kebenaran
Al-qur’an
menjadi bukti kebenran nabi muhammad saw. Bukti kebenaran tersebut dikemukakan
dalam bentuk tantangan yang sifatnya bertahap.
D. Pembagian Mu’jizat
Menurut Muhammad Syahrur mu’jizat
dapat diklarifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:
1.
Mu’jizat Material Indrawi
Artinya Mu’jizat yang tidak kekal. Maksudnya mu’jizat jenis ini hanya
berlaku pada Nabi selain Nabi Muhammad Saw dan juga mu’jizat ini
hanya berlaku untuk jaman tertentu, kapan mu’jizat tersebut diturunkan. Oleh
karena itu wajar kalau sifat mu’jizat tersebut tidak kekal.. Secara umum dapat diambil contoh adalah mu’jizat
nabi Musa AS dapat membelah lautan, mu’jizat nabi Daud AS dapat melunakkan
besi, mu’jizat nabi Isa AS dapat menghidupkan orang mati, mu’jizat nabi Ibrahim
AS tidak hangus oleh api saat dibakar dan mu’jizat-mu’jizat nabi
lainya.
2.
Mu’jizat Immaterial
Artinya Mu’jizat ini bersifat kekal dan berlaku sepanjang zaman. Mu’jizat
tersebut adalah al-Quran al-Karim. Hal ini, menurut Syahrur, karena Muhammad
(sebagai penerima mu’jizat ini) nabi terakhir, sehingga mu’jizatnya harus
memiliki sifat abadi dan berlaku sampai dunia ini hancur. Secara lebih
gamblang, Syahrur membedakan mu’jizat Nabi muhammad dengan nabi-nabi
sebelumnya. Pertama, aspek rasionalitas kenabian Muhammad dengan mu’jizat
yang berupa al-Quran mendahului pengetahuan inderawi, yaitu dalam bentuk mutasyabih.
Setiap zaman berubah, konsepsi-konsepsi al-Quran masuk ke dalam wilayah
pengetahuan inderawi, yang disebut sebagai takwil langsung, yaitu kesesuaian
antara teks pengetahuan terhadap hal inderawi. Kedua, al-Quran memuat
hakekat wujud mutlak yang dapat dipahami secara relatif, sesuai dengan latar
belakang pengetahuan, pada masa yang di dalamnya usaha pemahaman al-Quran
dilakukan. Ketiga, Kemu’jizatan al-Quran bukan hanya bentuk redaksinya
saja, tapi juga kandungannya.
E. Unsur-Unsur Mu’jizat
M. Quraish Shihab menjelaskan empat unsur mu’jizat, yaitu:
1. Hal atau
peristiwa yang luar biasa. Peristiwa-peristiwa alam atau kejadian sehari-hari
walaupun menakjubkan tidak bisa dinamakan mu’jizat. Ukuran “luar biasa”
tersebut adalah tidak bertentangan dengan hukum alam, namun akal sehat pada
waktu terjadinya peristiwa tersebut belum bisa memahaminya.
2. Terjadi atau
dipaparkan oleh seorang Nabi. Artinya sesuatu yang luar biasa tersebut muncul
dari atau berkenaan dengan seorang Nabi. Peristiwa besar yang muncul dari
seorang calon Nabi tidak bisa dikatakan mu’jizat, apalagi dari manusia biasa seperti
kita.
3. Mengandung
tantangan terhadap yang meragukan kenabian. Mu’jizat terkait erat dengan
tantangan dan jawaban terhadap orang-orang yang meragukan kenabian. Jadi
peristiwa yang terkait dengan Nabi, tapi tidak berkenaan dengan kenabian tidak
bisa dikatakan sebagai mu’jizat.
4. Tantangan
tersebut tidak mampu atau gagal dilayani. Mu’jizat merupakan tantangan terhadap
orang-orang yang meragukan atau mengingkari kenabiaan dan mereka tidak mampu
melayani tantangan tersebut. Oleh karena itu, kalau tantangan tersebut mampu
dilawan atau dikalahkan, maka tantangan tersebut bukan lah bentuk mu’jizat[6].
Keempat unsur tersebut menjadi syarat bagi peristiwa
tertentu sehingga peristiwa ini bisa dinamakan mu’jizat. Kalau salah satu unsur
tersebut tidak ada, maka persitiwa itu tidak bisa dikatakan sebagai mu’jizat.
Untuk memahami esensi keempat unsur mu’jizat tersebut, kita mesti memahami sisi-sisi
kemu’jizatan, khususnya kemu’jizatan al-Quran.
F. Sisi-sisi Kemu’jizatan
Al – Qur’an
Syeikh Muhammad Ali al-Shabuniy menyebutkan segi-segi
kemu’jizatan al-Quran, yaitu:
1. Keindahan
sastranya yang sama sekali berbeda dengan keindahan sastra yang dimiliki oleh
orang-orang Arab
2. Gaya bahasanya
yang unik yang sama sekali berbeda dengan semua gaya bahasa yang dimiliki oleh
bangsa Arab
3.
Kefasihan bahasanya yang tidak mungkin dapat
ditandingi dan dilakukan oleh semua makhluk termasuk jenis manusia
4.
Kesempurnaan syariat yang dibawanya yang mengungguli
semua syariat dan aturan-aturan lainnya
5.
Menampilkan berita-berita yang bersifat eskatologis yang
tidak mungkin dapat dijangkau oleh otak manusia kecuali melalui pemberitaan
wahyu al-Quran itu sendiri
6.
Tidak adanya pertentangan antara konsep-konsep yang
dibawakannya dengan kenyataan kebenaran hasil penemuan dan penyelidikan ilmu
pengetahuan
7.
Terpenuhinya setiap janji dan ancaman yang diberitakan
al-Quran
8.
Ilmu pengetahuan yang dibawanya mencakup ilmu
pengetahuan syariat dan ilmu pengetahaun alam (tentang jagat raya).
9.
Dapat memenuhi kebutuhan manusia
10. Dapat memberikan
pengaruh yang mendalam dan besar pada hati para pengikut dan musuh-musuhnya
11. Susunan kalimat
dan gaya bahasanya terpelihara dari paradoksi dan kerancuan.
Al-Mawardi menerangkan dua puluh hal yang menunjukan
kemu’jizatan al-Quran, yaitu:
- Kefashahan al-Quran dan cara penjelasannya
- Keringkasan lapad al-Quran, tapi sempurna maknanya
- Nazham uslub-nya yang unik. Ia tidak termasuk ke dalam kalam yang ber-nadzam, tidak termasuk ke dalam syi’ar atau rajaz, tidak bersajak dan bukan pula bersifat khatbah.
- Banyak makna-maknanya yang tidak dapat dikumpulkan oleh oleh pembicaraan manusia.
- Al-Quran mengumpulkan ilmu-ilmu yang tidak dapat diliputi oleh manusia dan tidak dapat berkumpul pada seseorang.
- Al-Quran mengandung berbagai hujjah dan keterangan untuk menetapkan ketauhidan dan menolak i’tiqad-i’tiqad yang salah
- Al-Quran mengandung khabar-khabar orang yang telah lalu dan umat-umat purbakala.
- Al-Quran mengandung khabar-khabar yang belum terjadi, kemudian terjadi persis sebagaimana yang dikhabarkan.
- Al-Quran menerangkan isi-isi hati yang tidak dapat diketahui melainkan oleh Allah sendiri.
- Lafad-lafad al-Quran melengkapi jazal mustarghab dan sahl al-mustaqrab. Dalam pada itu, tidak dipandang sukar jazal-nya dan tidak dipandang mudah sahl-nya.
- Pembacaan al-Quran mempunyai khushusiyah dengan kelima penggerak yang tidak didapatkan pada selainnya. Pertama, kelembutan tempat keluarnya. Kedua, keindahan dan kecantikannya. Ketiga, mudah dibaca nadzam-nya dan saling berkaitan satu sama lain.Keempat, enak didengar, dan kelima, pembacanya tidak jemu membacanya dan pendengarnya pun tidak bosan mendengarnya.
- Al-Quran dinukilkan dengan lafad-lafad yang diturunkan. Jibril menyampaikannya dengan lafad dan nazham-nya. Rasul pun meneruskan kepada umat persis sebagaimana yang diterima dari Jibril.
- Terdapat makna-makna yang berlainan di dalam sesuatu. Yakni di dalam sesuatu surat itu kita mendapatkan berbagai rupa masalah. Kemudian masalah-masalah itu kita temukan di dalam surat-surat lain
- Perbedaan ayat-ayatnya, ada yang panjang dan ada yang pendek, tidak mengeluarkan al-Quran dari uslub-nya.
- Walaupun kita sering sekali membacanya, namun kita tidak dapat mencapai kepashahannya, karena al-Quran itu di luar tabi’at manusia.
- Al-Quran mudah dihapal oleh segala lidah.
- Al-Quran itu lebih tinggi dari segala martabat pembicaraan. Martabat pembicaraan terbagi tiga:
a. Mantsur yang
dapat dibuat oleh segenap manusia.
b. Syi’ir yang
hanya dapat disusun oleh sebagian manusia
c. Al-Quran
melampaui kedua martabat itu. Martabatnya tidak sanggup dicapai oleh golongan a
dan b.
- Tambahan yang disisipkan atau pengubahan lafad-lafadnya dapat diketahui.
- Tidak ada umat yang sanggup menentang al-Quran.
- Allah memalingkan manusia dari menentangnya[7].
G. Mu’jizat bi Al-Sharfah
Demikianlah kemu’jizatan al-Qur’anyang sedemikian
agung dan luar baisa. Meski demikian, ternyata ada aliran yang berpendapat,
yaitu aliran Sharfah yang menerangkan tentang kemu’jizatan al-Qur’an, dimana
manusia tidak akan mampu menandinginya, adalah dikarenakan Allah SWT memang
melemahkan kemampuan manusia yang sebenarnya mampu melakukan hal tersebut.
Aliran ini banyak mendapat kritik dari para ulama’. Dan memang, tanpa harus dilemahkan, jika
mengkaji segi-segi kemu’jizatan al-Qur’an di atas, pastilah tidak akan ada yang
mampu menandingi al-Qur’an.[8]
H. Faktor-Faktor
Yang Menyebabkan Kegagalan dan Ketidakmampuan Bangsa Arab dalam
Menandingi al-Quran
Ada lima faktor yang menyebabkan kegagalan
dan ketidakmampuan bangsa arab dalam menandingi al-quran, yaitu:
1.
Ketika menyusun syi’ir-syi’ir atau teks lisan lainnya,
bangsa arab hanya mampu mensifati benda-benda yang bisa dilihat, seperti kuda,
unta, perempuan, dll. Namun al-Quran, selain mensifati benda-benda yang bisa
dilihat, tapi juga mampu memaparkan hal-hal ghaib, termasuk sejarah-sejarah
masa lalu dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pada masa yang
akan datang.
2.
Bagaimanapun hebatnya para pujangga dan orator Arab
dalam menyusun kata-kata dan merangkai kalimat, mereka tidak mampu menyusun
kata dan rangkaian kalimat yang semuanya fasih dan baligh. Sedangkan semua
susunan kata dan rangkaian kalimta al-Quran fasih dan baligh, sehingga tidak
seorang pun mampu menandinginya.
3.
Ketika para sastrawan Arab berulang-ulang memberikan
sifat tentang sesuatu benda atau peristiwa yang terjadi dengan kalimat
berbeda-beda, maka kalimat yang kedua berbeda maksudnya dengan kalimat yang
pertama. Tetapi al-Quran tidaklah demikian, sekalipun kalimat yang satu
diulang-ulang dengan menggunakan kalimat yang lain, namun ayat-ayat al-Quran
tidak berubah dari tujuan yang semula, bahkan akan menambah kefasihannya.
4.
Para sastrawan Arab yang paling tersohor
sekalipun, hanya dapat menyusun syi’ir yang fasih dan baligh hanya dalam satu
bidang saja, sedang dalam bidang lainnya tidak. Tetapi al-Quran semua susunan
kalimat dan ayat –ayatnya fasih dan baligh.
5.
Kandungan syi’ir –syi’ir para pujangga dan sastrawan
Arab banyak berisi kebohongan dan kepalsuan, namun semua kandungan al-Quran
sangat bersih dari kedustaan dan kepalsuan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan diatas maka diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu:
1.
I’jaz
adalah upaya untuk menegaskan kebenaran seorang nabi dan pada
saat yang sama ia juga menegaskan kelemahan manusia yang meragukan dan
mengingkari kenabian. Sedangkan Mu’jizat adalah Suatu hal atau peristiwa
luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi sebagai bukti
kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau
mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu
2.
Mu’jizat terbagi menjadi dua, yaitu mu’jizat
material indrawi yang bersifat tidak kekal dan berlaku untuk jaman
tertentu, dan mu’jizat immaterial, bersifat kekal dan abadi, yang dapat
dibuktikan sepanjang masa, dan berlaku sampai dunia ini berakhir.
3.
Unsur mu’jizat ada empat, yaitu hal atau peristiwa
yang luar biasa, terjadi atau dipaparkan oleh seorang nabi, mengandung
tantangan terhadap yang meragukan kenabian, dan tantangan tersebut tidak mampu
dilayani.
4.
Menurut Syeikh Muhammad Ali al-Shabuniy, segi-segi kemu’jizatan
al-Quran ada sebelas, sementara menurut al-Mawardi ada dua puluh. Segi-segi kemu’jizatan
tersebut saling berkaitan satu sama lain.
5.
Mu’jizat bi Al-Sarfah adalah
mu’jizatnya alqur’an yang dibahas oleh suatu aliran yang diberi nama Al Sarfah
pembahasan mereka tentang mu’jizat al qur’an bahwa manusia tidak akan mampu
menandinginya, dikarenakan Allah SWT memang melemahkan kemampuan manusia yang
sebenarnya mampu melakukan hal tersebut. Aliran ini banyak mendapat kritik dari
para ulama’.
6.
Ada lima faktor yang menyebabkan manusia tidak mampu
menandingi al-Quran. Kelima faktor tersebut telah terbukti terjadi pada bangsa
Arab dan akan selalu menjadi alasan sampai kapan pun mengapa manusia tidak akan
mampu menandingi al-Quran.
B. Saran
Mungkin
inilah yang diwacanakan pada penulisan Makalah ini meskipun penulisan ini jauh dari sempurna. Masih banyak kesalahan dari penulisan makalah ini,
karena penulis manusia yang tidak luput dari salah dan lupa, disini penulis
berharap pada pembaca untuk mengkritik dan member saran guna untuk perbaikan di
masa yang akan datang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah Ulumul Qur’an Bapak Iskandar Usman, Prof Dr, MA yang
telah memberi kami tugas membuat makalah ini untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan penulis dan juga pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shabuny, Mohammad , Dkk. 1996. Pengantar
Study Al-Quran (At-Tbyan). Bandung: PT. Alma’arif.
Shihab, Quraish. 2004. Mu’jizat
Al-Quran ditinjau dari Aspek KEbahassan Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan
Gaib. Bandung: Mizan.
Masyhur, Kahar. 1992.
Pokok-Pokok Ulumul Quran. Jakarta, Renika
Cipta.
Jalil, Abd. 1998.
Ilmu al-qur’an. Bogor. Dunia Ilmu.
MAKALAH
I’JAZ AL-QUR’AN
Mata
Kuliah
‘ULUMUL QUR’AN
DI
S
U
S
U
N
Oleh
:
I
K H S A N
NIM:
26142117-2/ Unit: V
Dosen
Pembimbing
Iskandar
Usman, Prof Dr, MA

PROGRAM
PASCASARJANA UI N AR-RANI RY
DARUSSALAM,
BANDA ACEH
2014
[2] Quraish Shihab, Mu’jizat
Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib,
Cet. IX, Mizan, Bandung, 2001, hal. 23
[4] Drs. H. Kahar Masyhur, Pokok-Pokok
Ulumul Quran, Jakarta, Renika Cipta, 1992
[6] Quraish Shihab, Mu’jizat
Al-Quran ditinjau dari Aspek KEbahassan Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib,
Bandung, Mizan, 2004
0 komentar:
Posting Komentar