Selasa, 03 Februari 2015



Disusun Oleh Ihsan Zulfandri


Al-NASKH FI AL-QUR-AN
A.   PENDAHULUAN
Al-quran adalah kitab Allah yang suci diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril AS dimulai dengan surat Al-Alaq ayat 1-5 diakhiri dengan Surat al-baqarah ayat 281, jika dibaca mendapat pahala. Al-quran mengandung aturan dan perintah Allah SWT tidak hanya memuat ajaran perintah dan larangan, juga mengatur kehidupan manusia yang selaras dan harmonis. sehingga manusia tidak terpecah belah dengan memahami dan mengamalkan isi dalam al-quran.
Ketika amanah Al-quran ini diturunkan kepada gunung, gunung tidak sanggup dan mampu untuk memikul amanah tersebut. tapi, kepada Manusialah Allah memberikan amanah yang besar tersebut, supaya diamalkan dan ikuti apa yang telah dikatakan Allah SWT dalam firmanNya.
Al-quran diturunkan berangsur-angsur, agar manusia bisa memahami apa yang telah diberikan Allah mempunyai hikmat tersendiri, bahkan al-quran ketika turun sesuai dengan keadaan yang sedang terjadi pada saat itu juga.
Salah satu ciri hukum islam yang diturunkan secara bertahap menurut pendapat ulama yaitu: keharaman riba, perzinahan, minuman keras, kewajiban shalat lima waktu dan berpuasa sebulan penuh adalah hikmat yang sangat sempurna agar manusia tidak merasa beban yang berat[1]. Namun dalam mempelajari Al-quran juga kita dapatkan ayat-ayat yg muhkan dan mutasyabih dan ada ayat-ayat yang menjadi landasan hukum meskipun redaksinya sudah dihilangkan inilah yang dinamakan ilmu nasakh wa mansukh.
Nasakh wa mansuk merupakan sebuah cabang ilmu yang harus diketahui oleh mufassir atau orang yang sedang mendalami ilmu al-quran karena dengan mempelajari ilmu nasakh wa mansukh maka akan mempermudah memahami teks ataupun nash al-quran yang terkandung didalamnya. Imam Ali RA ketika bertanya kepada seorang qadhi apakah kamu mempelajari tentang nashk dan mansukh…? Lalu dia menjawab: tidak,  lalu imam Ali mengatakan: celakalah kamu dan celakalah orang yang mempelajari Al-quran[2].
B.  PEMBAHASAN
a.      Pengertian Nasakh
Secara bahasa dikatagerikan kedalam beberapa pengertian:
1.      الإزالة  artinya menghilagkan
sebagaimana Allah SWT berfirman:
 فينسخ الله ما يلقى الشيطان
Artinya: Maka Allah Menghilangkan apa yang dimasukkan oleh Syaitan[3].

2.      التبديل  artinya menggantikan
Allah SWT berfirman:وإذا بدلنا آية مكان آية
artinya : Apabila kami mengganti suatu ayat ditempat ayat yang lain[4]
3.      التحويل artinya pemindahan
contohnya تناسخ المواريث  artinya pemindahan harta warisan dari satu orang ke orang yang lain.
4.      النقل artinya memindahkan
Yaitu dari satu tempat ke tempat yang lain[5].

Adapun Al-Naskh menurut istilah adalah “Mengangkat hukum syar’i dengan ketetapan Syar’i, dengan keterlambatan turunnya wahyu yang dihilangkan, lalu didapati beberapa pengertian dibawah ini:
1.      Adanya hukum yang dihilangkan secara syar’i.
2.      Adanya dalil yang menghilangkan ketetapannya dari Allah.
3.      Adanya dalil yang dihilangkan karena keterlambatan waktu yang datang dari ketetapan hukum.
4.      Tidak ada ketetapan hukum yang diangkat hukumnya berkaitan dengan waktu tertentu, jika ada halnya sedemikian maka tidaklah menjadi hilang, tetapi mempercepat proses hukum, sebagaimana difirmankan Allah SWT فعفوا وصفحوا حتى يأتي الله بأمره artinya Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintahNya[6].
5.      Adanya diantara dua ayat tersebut pertentangan yang jelas bukan penggabungan diantara keduanya yaitu satu sisi dengan sisi yang lainnya.

b.      Macam-macam al-naskh (dari segi kejelasan kecakupannya)
Para peneliti Ilmu al-quran membagikan nask kedalam empat bentuk:
1.      Nask al-quran dengan al-quran, sebagaimana firman Allah SWT :
والذين يتوفون منكم ويذرون أزواجا وصية لأزواجهم متاعا إلى الحول غير إخراج
Artinya: Dan orang-orang yang akan meninggal dunia diantaramu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah (dari rumahnya)[7].
2.      Nask al-quran dengan as-sunnah
a.       Nask al-quran dengan sunnah mutawattirah, para jumhur ulama membolehkan naskh alqur-an dengan assunah karena keduanya adalah wahyu yang sharih atau jelas.
b.      Nask al-quran dengan as-sunah Ahad. Para jumhur ulama telah sepakat tidak bisa dinaskh karena kedudukan alqur-an mutawatir sedangkan ahad dhanni dan tidak bisa menaskhkan al-quran.
3.      Naskh assunah dengan Al-quran
Para jumhur ulama membolehkan hal tersebut seperti mengarahkan wajah kekiblat[8].
4.       Naskh assunnah dengan assunah
a.       Naskh mutawatir dengan mutawatir
b.      Naskh ahad dengan ahad
c.       Naskh ahad dengan mutawatir
d.      Naskh mutawatir dengan Ahad

c. Pembagian alnaskh dari segi bacaan dan hukumnya
Imam zarkasyi membagikan kedalam tiga bentuk :
1. Dinasakh Bacaannya dan ditetapkan hukumnya seperti hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah dan Ubai bin Ka’ab RA : “Orang tua laki-laki dan perempuan yang berzina, maka rajamlah keduanya itu dengan pasti sebagai siksaan dari Allah.
2. Dinasakh hukumnya dan dan ditetapkan bacaannya
Contohnya dihilangkan hukum ayat tentang Iddah seorang wanita dengan sampai masanya.
3. Dihilangkan bacaan dan hukumnya bersamaan
  Contohnya apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lainnya dan sahabat-sahabat sunnah dan dari aisyah bahwasanya bagi siapa yang telah mendapatkan susuan sepuluh kali maka haram baginya untuk menikahi perempuan sesusuannya dinasakh dengan lima kali susuan, kemudian Rasul wafat [9].

d. Pembagian al-naskh dari segi nash yang dinasakh dan yang menasakh
1. Diketahui naskh dan manskh dengan ungkapan yang jelas dari nabi SAW atau dari sahabat yang mengatakan bahwasanya ayat ini dinaskh dengan ayat ini.
     2. Ijma’ Umat
     3. Mengetahui yang datang duluan dan yang datang terakhir
        Imam as-sayuti  mengatakan: Naskh tidak bisa ditetapkan dari para mufassirin, bahkan tidak juga dengan ijtihad para mujtahid tanpa nukilan yang benar, dan tanpa pertentangan yang jelas, karena Naskh mengandung terangkat hukum dan menetapkan hukum sesuai dengan ketetapan dimasa Nabi SAW[10].



e. Pendapat Ulama tentang al-naskh
Syeikh Manna’ al-qattan menyebutkan ringkasan hikmah naskh dan manskh adalah:
     1. Untuk memelihara kemaslahatan hamba.
     2. Perkembangan hukum sesuai dengan perkembangan kondisi umat manusia.
            3. Cobaan bagi manusia dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah
  dan larangaNya.
4. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Jika Naskh itu beralih ke hal yang lebih berat maka didalamnya terdapat tambahan pahala dan jika beralih ke hal yang ringan maka itu mengandung kemudahan dan keringanan[11].
       
       Imam Zamaksyary menukilkan pendapat jumhur bahwasanya: tidak terjadi naskh kecuali dalam perintah dan larangan[12].
     Dan juga tidak terjadi dalam hal kepercayaan yang berhubungan dengan zat Allah, sifat, kitab, rasul, dan hari akhirat, atau perilaku adab, atau ushul Ibadah dan muamalah[13].



f. Perbedaan antara naskh dan  al-takhsis
     Makna Takhsis adalah meringkaskan hukum sebagian individu tanpa semuanya atau meringkaskan yang umum dari sebgaian individu.
Yang dipahami disini adalah nasakh membawa kepada bada’ dengan dugaan mereka yang memberi komentar takhsis adalah untuk menyelesaikan pengganti dari perkataan yang dinasakh, yaitu apa yang terdapat didalam al-quran dari ayat-ayat yang dinaskhkan sesunggunhnya menjadi kekhususan bagi keumuman yang dianggap mansukh.
Adapun perbedaannya dapat kita lihat dibawah ini:
1. Naskh diturunkan untuk membatalkan dalil yang telah dihilangkan dari individu yang menjadi pengganti umum. Atau pembatalan sebagian dari individu sesuai hukum yang didatangkan. Adapun Takhsis tidak membatalkan dalil umum selamanya, tetapi menjadi hukum umum yang berlaku.
2. Naskh tidak terjadi kecuali dalam al-quran dan as-sunahh, dan takhsis tidak meungkin terjadi dengan akal dan perasaan.
3. Naskh tidak ada kecuali dalam perintah dan larangan, dan diantara keshususan keduanya menjadi pelajaran.
 4. Umum yang dimaksudkan takhsis mengandung hukum keseluruhan individu, dan mengeluarkan sebagiannya menjadi jalan perbandingan yang harus dihubungkan untuk menjadikan kekhususan diantara keduanya menjadi naskh atas jalan hakiki yang pasti.
               Takhsis dan Naskh menurut rival al-asfahaniy hanya membatasi keumuman sesuatu pada sebagiannya saja, sementara bagian yang lain tidak. Berbeda dengan naskh, yang masuk tetap berlaku sebagaimana yang dimaksudkan dengan selamanya demikian[14].

C. KESIMPULAN
     Naskh adalah: Mengangkat hukum syar’i dengan ketetapan Syar’i, dengan keterlambatan turunnya wahyu yang dihilangkan.
     a. Pembagian Naskh
               1. Nask al-quran dengan al-quran, sebagaimana firman Allah SWT :
والذين يتوفون منكم ويذرون أزواجا وصية لأزواجهم متاعا إلى الحول غير إخراج
2. Nask al-quran dengan as-sunnah
3. Naskh assunah dengan Al-quran
4. Naskh assunnah dengan assunah
a. Naskh mutawatir dengan mutawatir
b. Naskh ahad dengan ahad
c. Naskh ahad dengan mutawatir
d. Naskh mutawatir dengan Ahad
b. Pembagian alnaskh dari segi bacaan dan hukumnya
  Imam zarkasyi membagikan kedalam tiga bentuk :
1. Dinasakh Bacaannya dan ditetapkan hukumnya
2. Dinasakh hukumnya dan dan ditetapkan bacaannya
3. Dihilangkan bacaan dan hukumnya bersamaan

c. Pendapat Ulama tentang al-naskh
     1. Untuk memelihara kemaslahatan hamba.
     2. Perkembangan hukum sesuai dengan perkembangan kondisi umat manusia.
            3. Cobaan bagi manusia dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah
  dan larangaNya.
4. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat.

d. Perbedaan antara naskh dan  al-takhsis
1. Naskh diturunkan untuk membatalkan dalil yang telah dihilangkan dari individu yang menjadi pengganti umum
2. Naskh tidak terjadi kecuali dalam al-quran dan as-sunahh, dan takhsis tidak meungkin terjadi dengan akal dan perasaan.
3. Naskh tidak ada kecuali dalam perintah dan larangan, dan diantara keshususan keduanya menjadi pelajaran.
4. Umum yang dimaksudkan takhsis mengandung hukum keseluruhan individu.





DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan terjemahannya Departemen Agama
M.Quraish Shihab, Kaidah Tafsir,lentera hati, tangerang: November 2013 hal 291.
الإتقان فى علوم القرآن للسيوطى، مصطفى الحلبى القاهرة : 1951
مدخل إلى التفسير وعلوم القرآن الدكتور عبد الجواد خلف دار البيان القاهرة: 2003
Manna’ al-qattan, Pengantar study ilmu al-qur’an  wahbah Kairo : 2004 cet. Keempat hal 296
البرهان فى علوم القرآن الزركشى 2/23
مباحث فى علوم القرآن المناع القطان مكتبة وهبة القاهرة :2004
Al-zarqaniy manahill al-irfan fi ulum al-quran jilid I dan II, Mesir: Isa al-Baby al-Halabiy, t.t


[1] M.Quraish Shihab, Kaidah Tafsir,lentera hati, tangerang: November 2013 hal 291.
[2]                                                                               الإتقان فى علوم القرآن للسيوطى، مصطفى الحلبى القاهرة:1951 3/59
[3] Al-hajj: 52
[4] An-Nahl 101
[5]                           مدخل إلى التفسير وعلوم القرآن الدكتور عبد الجواد خلف دار البيان القاهرة: 2003 ص 206-207
[6] البقرة 109
[7] البقرة 240
[8] البقرة : 144
[9] الإتقان للسيوطى 3/62 ، مباحث في علوم القرآن للقطان ص 238
[10]ص 207-208  مدخل إلى التفسير و علوم القرآن الدكتور عبد الجواد خلف دار البيان القاهرة : 2003
[11] Manna’ al-qattan, Pengantar study ilmu al-qur’an  wahbah Kairo : 2004 cet. Keempat hal 296
[12]                                                                                                                             البرهان فى علوم القرآن 2/23
[13] مباحث فى علوم القرآن المناع القطان مكتبة وهبة القاهرة :2004 ص 233                                                                            
[14]  Al-zarqaniy manahill al-irfan fi ulum al-quran jilid I dan II, Mesir: Isa al-Baby al-Halabiy, t.t

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!