Disusun Oleh Ihsan Zulfandri
Al-NASKH FI AL-QUR-AN
A.
PENDAHULUAN
Al-quran adalah kitab Allah yang suci diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril AS dimulai dengan surat Al-Alaq ayat
1-5 diakhiri dengan Surat al-baqarah ayat 281, jika dibaca mendapat pahala.
Al-quran mengandung aturan dan perintah Allah SWT tidak hanya memuat ajaran
perintah dan larangan, juga mengatur kehidupan manusia yang selaras dan
harmonis. sehingga manusia tidak terpecah belah dengan memahami dan mengamalkan
isi dalam al-quran.
Ketika amanah Al-quran ini diturunkan kepada gunung, gunung tidak
sanggup dan mampu untuk memikul amanah tersebut. tapi, kepada Manusialah Allah
memberikan amanah yang besar tersebut, supaya diamalkan dan ikuti apa yang
telah dikatakan Allah SWT dalam firmanNya.
Al-quran diturunkan berangsur-angsur, agar manusia bisa memahami
apa yang telah diberikan Allah mempunyai hikmat tersendiri, bahkan al-quran
ketika turun sesuai dengan keadaan yang sedang terjadi pada saat itu juga.
Salah satu ciri hukum islam yang diturunkan secara bertahap menurut
pendapat ulama yaitu: keharaman riba, perzinahan, minuman keras, kewajiban
shalat lima waktu dan berpuasa sebulan penuh adalah hikmat yang sangat sempurna
agar manusia tidak merasa beban yang berat[1]. Namun
dalam mempelajari Al-quran juga kita dapatkan ayat-ayat yg muhkan dan mutasyabih
dan ada ayat-ayat yang menjadi landasan hukum meskipun redaksinya sudah
dihilangkan inilah yang dinamakan ilmu nasakh wa mansukh.
Nasakh wa mansuk merupakan sebuah cabang ilmu yang harus diketahui
oleh mufassir atau orang yang sedang mendalami ilmu al-quran karena dengan
mempelajari ilmu nasakh wa mansukh maka akan mempermudah memahami teks ataupun
nash al-quran yang terkandung didalamnya. Imam Ali RA ketika bertanya kepada seorang
qadhi apakah kamu mempelajari tentang nashk dan mansukh…? Lalu dia menjawab:
tidak, lalu imam Ali mengatakan:
celakalah kamu dan celakalah orang yang mempelajari Al-quran[2].
B.
PEMBAHASAN
a.
Pengertian Nasakh
Secara bahasa
dikatagerikan kedalam beberapa pengertian:
1.
الإزالة artinya menghilagkan
sebagaimana Allah SWT berfirman:
فينسخ الله ما يلقى الشيطان
Artinya:
Maka Allah Menghilangkan apa yang dimasukkan oleh Syaitan[3].
2.
التبديل artinya menggantikan
Allah SWT berfirman:وإذا بدلنا آية مكان آية
artinya : Apabila kami mengganti suatu ayat ditempat ayat yang lain[4]
3.
التحويل artinya pemindahan
contohnya تناسخ المواريث artinya pemindahan harta warisan dari satu orang ke orang
yang lain.
4.
النقل artinya memindahkan
Yaitu dari satu tempat ke tempat yang lain[5].
Adapun
Al-Naskh menurut istilah adalah “Mengangkat hukum syar’i dengan ketetapan
Syar’i, dengan keterlambatan turunnya wahyu yang dihilangkan, lalu didapati
beberapa pengertian dibawah ini:
1.
Adanya hukum yang dihilangkan secara syar’i.
2.
Adanya dalil yang menghilangkan ketetapannya dari Allah.
3.
Adanya dalil yang dihilangkan karena keterlambatan waktu yang
datang dari ketetapan hukum.
4.
Tidak ada ketetapan hukum yang diangkat hukumnya berkaitan dengan
waktu tertentu, jika ada halnya sedemikian maka tidaklah menjadi hilang, tetapi
mempercepat proses hukum, sebagaimana difirmankan Allah SWT فعفوا وصفحوا حتى يأتي الله بأمره artinya Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka,
sampai Allah mendatangkan perintahNya[6].
5.
Adanya diantara dua ayat tersebut
pertentangan yang jelas bukan penggabungan diantara keduanya yaitu satu sisi
dengan sisi yang lainnya.
b.
Macam-macam al-naskh (dari segi kejelasan
kecakupannya)
Para peneliti Ilmu al-quran membagikan nask kedalam empat bentuk:
1. Nask al-quran dengan al-quran, sebagaimana firman Allah SWT :
والذين يتوفون منكم ويذرون أزواجا وصية لأزواجهم متاعا إلى الحول غير إخراج
Artinya: Dan orang-orang yang akan
meninggal dunia diantaramu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk
istri-istrinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak
disuruh pindah (dari rumahnya)[7].
2. Nask al-quran
dengan as-sunnah
a.
Nask al-quran dengan sunnah mutawattirah, para jumhur ulama
membolehkan naskh alqur-an dengan assunah karena keduanya adalah wahyu yang
sharih atau jelas.
b.
Nask al-quran dengan as-sunah Ahad. Para jumhur ulama telah sepakat
tidak bisa dinaskh karena kedudukan alqur-an mutawatir sedangkan ahad dhanni
dan tidak bisa menaskhkan al-quran.
3. Naskh assunah
dengan Al-quran
Para jumhur
ulama membolehkan hal tersebut seperti mengarahkan wajah kekiblat[8].
4. Naskh assunnah dengan assunah
a.
Naskh mutawatir dengan mutawatir
b.
Naskh ahad dengan ahad
c.
Naskh ahad dengan mutawatir
d.
Naskh mutawatir dengan Ahad
c.
Pembagian alnaskh dari segi bacaan dan hukumnya
Imam
zarkasyi membagikan kedalam tiga bentuk :
1. Dinasakh
Bacaannya dan ditetapkan hukumnya seperti hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah
dan Ubai bin Ka’ab RA : “Orang tua laki-laki dan perempuan yang berzina, maka
rajamlah keduanya itu dengan pasti sebagai siksaan dari Allah.
2. Dinasakh
hukumnya dan dan ditetapkan bacaannya
Contohnya
dihilangkan hukum ayat tentang Iddah seorang wanita dengan sampai masanya.
3. Dihilangkan
bacaan dan hukumnya bersamaan
Contohnya apa yang telah diriwayatkan oleh
Imam Muslim dan lainnya dan sahabat-sahabat sunnah dan dari aisyah bahwasanya bagi
siapa yang telah mendapatkan susuan sepuluh kali maka haram baginya untuk
menikahi perempuan sesusuannya dinasakh dengan lima kali susuan, kemudian Rasul
wafat [9].
d. Pembagian al-naskh dari segi nash yang dinasakh dan yang menasakh
1.
Diketahui naskh dan manskh dengan ungkapan yang jelas dari nabi SAW atau dari
sahabat yang mengatakan bahwasanya ayat ini dinaskh dengan ayat ini.
2. Ijma’ Umat
3. Mengetahui yang datang duluan dan yang
datang terakhir
Imam
as-sayuti mengatakan: Naskh tidak bisa
ditetapkan dari para mufassirin, bahkan tidak juga dengan ijtihad para mujtahid
tanpa nukilan yang benar, dan tanpa pertentangan yang jelas, karena Naskh
mengandung terangkat hukum dan menetapkan hukum sesuai dengan ketetapan dimasa
Nabi SAW[10].
e. Pendapat Ulama tentang al-naskh
Syeikh Manna’
al-qattan menyebutkan ringkasan hikmah naskh dan manskh adalah:
1. Untuk memelihara kemaslahatan hamba.
2. Perkembangan hukum sesuai dengan
perkembangan kondisi umat manusia.
3. Cobaan bagi manusia dan kemampuan
mereka untuk mengikuti perintah
dan larangaNya.
4. Menghendaki
kebaikan dan kemudahan bagi umat. Jika Naskh itu beralih ke hal yang lebih
berat maka didalamnya terdapat tambahan pahala dan jika beralih ke hal yang
ringan maka itu mengandung kemudahan dan keringanan[11].
Imam Zamaksyary menukilkan pendapat
jumhur bahwasanya: tidak terjadi naskh kecuali dalam perintah dan larangan[12].
Dan juga tidak terjadi dalam hal
kepercayaan yang berhubungan dengan zat Allah, sifat, kitab, rasul, dan hari
akhirat, atau perilaku adab, atau ushul Ibadah dan muamalah[13].
f. Perbedaan antara naskh dan
al-takhsis
Makna Takhsis adalah meringkaskan hukum
sebagian individu tanpa semuanya atau meringkaskan yang umum dari sebgaian
individu.
Yang dipahami
disini adalah nasakh membawa kepada bada’ dengan dugaan mereka yang memberi
komentar takhsis adalah untuk menyelesaikan pengganti dari perkataan yang
dinasakh, yaitu apa yang terdapat didalam al-quran dari ayat-ayat yang
dinaskhkan sesunggunhnya menjadi kekhususan bagi keumuman yang dianggap
mansukh.
Adapun
perbedaannya dapat kita lihat dibawah ini:
1.
Naskh diturunkan untuk membatalkan dalil yang telah dihilangkan dari individu
yang menjadi pengganti umum. Atau pembatalan sebagian dari individu sesuai
hukum yang didatangkan. Adapun Takhsis tidak membatalkan dalil umum selamanya,
tetapi menjadi hukum umum yang berlaku.
2. Naskh
tidak terjadi kecuali dalam al-quran dan as-sunahh, dan takhsis tidak meungkin
terjadi dengan akal dan perasaan.
3.
Naskh tidak ada kecuali dalam perintah dan larangan, dan diantara keshususan
keduanya menjadi pelajaran.
4. Umum yang dimaksudkan takhsis mengandung
hukum keseluruhan individu, dan mengeluarkan sebagiannya menjadi jalan
perbandingan yang harus dihubungkan untuk menjadikan kekhususan diantara
keduanya menjadi naskh atas jalan hakiki yang pasti.
Takhsis dan Naskh menurut rival
al-asfahaniy hanya membatasi keumuman sesuatu pada sebagiannya saja, sementara
bagian yang lain tidak. Berbeda dengan naskh, yang masuk tetap berlaku
sebagaimana yang dimaksudkan dengan selamanya demikian[14].
C. KESIMPULAN
Naskh adalah: Mengangkat hukum syar’i
dengan ketetapan Syar’i, dengan keterlambatan turunnya wahyu yang dihilangkan.
a. Pembagian Naskh
1. Nask al-quran dengan al-quran, sebagaimana
firman Allah SWT :
والذين يتوفون منكم ويذرون أزواجا وصية لأزواجهم متاعا إلى الحول غير إخراج
2. Nask
al-quran dengan as-sunnah
3. Naskh assunah dengan Al-quran
4. Naskh
assunnah dengan assunah
a. Naskh mutawatir dengan mutawatir
b. Naskh ahad dengan ahad
c. Naskh ahad dengan mutawatir
d. Naskh mutawatir dengan Ahad
b.
Pembagian alnaskh dari segi bacaan dan hukumnya
Imam zarkasyi membagikan kedalam tiga bentuk
:
1.
Dinasakh Bacaannya dan ditetapkan hukumnya
2. Dinasakh
hukumnya dan dan ditetapkan bacaannya
3. Dihilangkan
bacaan dan hukumnya bersamaan
c.
Pendapat Ulama tentang al-naskh
1. Untuk memelihara kemaslahatan hamba.
2. Perkembangan hukum sesuai dengan
perkembangan kondisi umat manusia.
3. Cobaan bagi manusia dan kemampuan
mereka untuk mengikuti perintah
dan larangaNya.
4. Menghendaki
kebaikan dan kemudahan bagi umat.
d. Perbedaan
antara naskh dan al-takhsis
1. Naskh
diturunkan untuk membatalkan dalil yang telah dihilangkan dari individu yang
menjadi pengganti umum
2.
Naskh tidak terjadi kecuali dalam al-quran dan as-sunahh, dan takhsis tidak
meungkin terjadi dengan akal dan perasaan.
3.
Naskh tidak ada kecuali dalam perintah dan larangan, dan diantara keshususan
keduanya menjadi pelajaran.
4.
Umum yang dimaksudkan takhsis mengandung hukum keseluruhan individu.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran
dan terjemahannya Departemen Agama
M.Quraish Shihab, Kaidah
Tafsir,lentera hati, tangerang: November 2013 hal 291.
الإتقان فى علوم القرآن للسيوطى، مصطفى الحلبى
القاهرة : 1951
مدخل إلى التفسير وعلوم القرآن الدكتور عبد
الجواد خلف دار البيان القاهرة: 2003
Manna’ al-qattan, Pengantar study
ilmu al-qur’an wahbah Kairo : 2004
cet. Keempat hal 296
البرهان فى علوم القرآن الزركشى 2/23
مباحث فى علوم القرآن المناع القطان مكتبة
وهبة القاهرة :2004
Al-zarqaniy manahill al-irfan fi ulum
al-quran jilid I dan II, Mesir: Isa al-Baby al-Halabiy, t.t
[1] M.Quraish Shihab, Kaidah Tafsir,lentera hati, tangerang:
November 2013 hal 291.
[3] Al-hajj: 52
[4] An-Nahl 101
[11] Manna’ al-qattan, Pengantar study ilmu al-qur’an wahbah Kairo : 2004 cet. Keempat hal 296
[14] Al-zarqaniy manahill
al-irfan fi ulum al-quran jilid I dan II, Mesir: Isa al-Baby al-Halabiy, t.t
0 komentar:
Posting Komentar